|
Post by trichocarpa on Nov 14, 2007 20:40:33 GMT 7
Oh iya... mas Suska, kalau nanti pulang ke Kota Kuala Kapuas, kabar-kabari saya. Kalau ada waktu jalan2 ke lokasi pekerjaan saya liat-liat habitat nepe di sana. Kalau naik speedboat sekitar 6 jam perjalanan kehulu sungai Kapuas, kalau lewat darat harus muter dulu ke Palangkaraya dan melewati 3 buah sungai yg harus diseberangi dengan fery tradisional. Waktu tempuh kira-kira 7-8 jam perjalanan. Saya tunggu kabarnya.
|
|
|
Post by suska on Nov 14, 2007 21:16:28 GMT 7
Ok, tapi belum tau kapan nih ;D
ma_suska
|
|
|
Post by ijul on Nov 15, 2007 9:40:58 GMT 7
Kemarahan rekan2 di forum terhadap ibu-ibu di Katingan mungkin akan sedikit reda seandainya bisa langsung menginjakkan kaki di hutan kalimantan. Dengan "kecintaan yg begitu besar" terhadap Kantong Semar barangkali kita tidak bisa melangkah kemana-mana karena takut terinjak gerombolan N.gracilis,N.mirabilis dan N.rafflesiana. Saya yakin teman2 akan sibuk seharian utk mendata varian dari tiap species hanya pada area seluas 100 x 100 m saja. Nepenthes di Kalimantan Tengah tidak ubahnya seperti tanaman semak atau perdu lainnya, tumbuh subur dimana-mana sehingga di sana hampir tidak ada nilainya. Barangkali apa yg dilakukan ibu-ibu di Katingan tidak ada apa apanya dibandingkan dengan yg kami lakukan. Bayangkan aja, untuk membuka jalan trans Kalimantan poros tengah, hutan yg di ubah menjadi badan jalan kira2 sepanjang 150 km selebar 30 m. Itu berarti seluas 4.500.000 m2. Bisa dibayangkan berapa banyak Nepenthes yg musnah. Nepenthes hanyalah salah satu korban dari usaha kita untuk membuka keterisolasian di daerah pedalaman. Saya sebenernya nggak terlalu marah dengan ibu2 yg di Katingan itu, mereka berhak mendapatkan rejeki dari tanahnya. Yg saya khawatirkan adalah unsur penipuan yg mungkin tidak sengaja terjadi spt tanaman stress dijual, cabutan lalu dipotkan terus dijual pada hari yg sama. Kemungkinan besar kalau dapat user yg awam, 99% pasti mati. Konsumen jadi berpikir kalau tanaman ini sulit dirawat. Juga unsur cara penanganan yg ajaib [cabut paksa, tancap langsung jual dll].
|
|
|
Post by gymnamphora on Nov 15, 2007 11:15:42 GMT 7
Salut atas upaya Mr.trichocarpa,selama ada konsistensi..Saya ikut mendukung....
Mr.Ijul, saya sependapat.. ketika masyarakat beranggapan Nepenthes adalah tanaman mahal, dengan perawatan yang sulit,mudah mati...karena ulah beberapa oknum yang suka "jalan pintas"....akibat dari itu saya khawatir cita2 Nepenthes for everyone, Nepenthes berkembang di negeri sendiri hanya tinggal impian.
Sebenarnya yang jadi permasalahan adalah ketika hal tersebut ditayangkan di TV, semua orang di Indonesia menonton....dan menimbulkan persepsi
1. Mengekploitasi Nepenthes dialam secara besaran2 dan beramai2 sah2 saja...
2. Dan menjanjikan keuntungan yang berlipat..
Tidak semua wilayah di Indonesia mempunyai jenis Nepenthes yang melimpah seperti Kalimantan...ada beberapa daerah yang mempunyai jenis endemik.. Bagaimana klo hal tersebut terjadi didaerah yang Jenis Nepenthesnya endemik? karena masyarakat "terinspirasi" dari yang mereka lihat di TV?
Thank's..
|
|
|
Post by trichocarpa on Nov 16, 2007 10:25:10 GMT 7
Saya setuju dengan pendapat Mas Ijul dan Mas Adrian. Cuma saya ga tau bagaimana caranya membendung arus informasi dari media (TV dll) yang kadang2 justru berakibat fatal. Undang-undang penyiaran dan lain2 yg berhubungan dengan hal tersebut sama sekali ga ngerti. Mungkin temen2 yg bisa akses ke media tsb bisa menyampaikan hal-hal yg bisa terjadi akibat adanya siaran tsb atau membuat film dokumenter pendek ttg Nepenthes sebagai informasi penyeimbang bagi masyarakat awam.
Terima kasih mas Adrian atas dukungannya. Moga-moga usaha ini bisa menjadikan Nepenthes yg sekarang endemik, 10-15 tahun lagi udah ga endemik lagi.
|
|
|
Post by clipeata on Nov 16, 2007 21:09:59 GMT 7
hahahaha... saya yang di kalimantan barat dulu juga sepemikiran nama mas tricho ini... ahahahaha... pengen nya membuat nepi2 tumbuh liar di alam.... jadi tar masuk hutan di kalimantan... eh..... tiba2 nemu nepi dari india... hehehehehe...
saya salut jg ama mas tricho... keadaan kita juga hampir sama... di sini nepi juga di babat... gara mo buat jalan trans kalimantan... jadi kalo uda jadi kita bisa ketemuan lewat jalan darat...... hehehehe...
tapi yang saya gak setuju... kalo nepi cabutan yang masi stress di jual... apalagi di jual mahal.... contoh nya....... nepenthes endemik dari kalimantan barat.... semua uda tahu.... nepenthes clipeata... karena endemik dan sangat langkah... maka nya di jual mahal dan akhir nya di alam nya skr tak terlihat lg..... lagi pula yg di cabut dan di jual kebanyakan jg tidak dapat bertahan lama..... begitu.....
mo ngomong apa lagi yah??? uda de...
|
|
|
Post by trichocarpa on Nov 16, 2007 22:02:43 GMT 7
Ooh jadi clipeata udah ga keliatan lagi ya.... pantesan saya sampai sekarang belum kebagian. he...he...he...
|
|
|
Post by toengaoe on Nov 16, 2007 23:34:18 GMT 7
Wah..wah..wah...
terus terang, diskusi semakin menarik dan jelas menambah pengetahuan dan kemampuan untuk ....... (terserah mo ngisi apa).
oh ya, sebagai pemuncul topik dalam forum ini, ada ndak bapak/om/tante/dll yang memiliki saran untuk konservasi Nepenthes dimana kita bisa gunakan "wadah" yang sudah ada untuk dikomunikasikan dengan orang banyak atau dengan pihak yang "bisa" bertanggung jawab? Kan, ada bagusnya kita "beraksi"? yah, itung-itung membantu kegiatan yang sudah melakukan konservasi tersebut. mana tau sambil menyelam bisa kelelep (-: mungkin ada opini/wacana/kata-kata mutiara/cerpen yang bisa membantu?
salam
|
|
|
Post by syx on Nov 17, 2007 9:32:21 GMT 7
.... jadi tar masuk hutan di kalimantan... eh..... tiba2 nemu nepi dari india... hehehehehe... asal jangan ntar dipatenkan jadi tanaman asli indonesia... kaya ulah negara tetangga aja. ;D
|
|
|
Post by suhud on Nov 18, 2007 15:53:42 GMT 7
saya setuju dengan yang dikatakan Pak trichocarpa & Mas Adrian.sbg informasi di Kal-Sel Justru jenis-jenis unik jarang dijual...yang ada mayoritas mirabilis,gracilis & rafflesiana jenis biasa (jarang ada varian alata dsb)...masyarakat kalimantan sendiri menganggap tanaman ini cuma tanaman biasa , sama sperti rotan,pasakbumi, dan berbagai hasil hutan yang disediakan alam untuk mereka manfaatkan...nah kalau mengambil hasil hutan lain diperbolehkan tentunya mereka bertanya kenapa kalo ngambil nepi justru dipermasalahkan padahal mereka sudah mengenal tanaman ini dari kecil dan terbiasa ngambil tanaman ini untuk obat dan ketupat ..mereka juga jauh lebih lama mengenal kantong semar daripada para hobbies ...permintaan paling besar justru berasal dari pulau jawa (terbukti dengan banyaknya nepi cabutan yang dijual dipameran) ....nah siapa tau nepi koleksi anda yg dibeli dipameran adalah hasil cabutan ibu2 tersebut yg sudah di tampung oleh pedagang (berarti kita juga ikut berperan) .... kalau mau dicari siapa yang salah ..........rasanya sulit .... nb: bikin pooling yukk siapa yang gak punya nepi cabutan hutan dirumahnya? ;D ;D ;D
|
|
|
Post by ohmygoodness on Nov 18, 2007 17:46:52 GMT 7
rasanya gak mungkin ada yang ngisi pollingnya om suhud. heheheh...
|
|
|
Post by suhud on Nov 18, 2007 18:06:38 GMT 7
gak ada yang ngisi atau gak ada yang mau ngaku punya nepi cabutan hehehehe
|
|
|
Post by clipeata on Nov 18, 2007 21:44:13 GMT 7
hahaha... saya jujur aja saya mungkin paling banyak nepi dari hutan nya.... saya ngaku aja deh... hehehehe.....
|
|
|
Post by ohmygoodness on Nov 19, 2007 8:17:16 GMT 7
bagaiman kalo kita memulai dengan pak suhud aja deh sebagai orang pertama yang nyuruh bikin pollingnya.. hehehehe..
rasanya gak mungkin banget deh di forum ini yang gak punya nepi cabutan. saya juga ngaku dehhh biar gak hypokrit..
|
|
|
Post by handarius on Nov 19, 2007 16:46:25 GMT 7
Sumbang saran, urun rembug ya...: Di tempat kakakku di Riau, Nepy juga dianggap tanaman biasa. Kemarin aku contact dia, dan kasih tahu kalo di Jawa tanaman itu bernilai tinggi. Eh, dia kaget lho. Soalnya, disana Nepy kadang dianggap tanaman pengganggu, pembuat semak belukar yang dihuni ular. Ada cerita, pas tetangganya jual tanah kaplingan, di area situ banyak Nepy tumbuh (katanya kantongnya segede jempol kaki orang dewasa), lalu dibabati agar kelihatan bersih. Pendapatan saya, kalo pasar tanaman hias memberikan "nilai tinggi" (Nepy memang bernilai tinggi) dalam arti "UANG = simbol kekayaan", maka Nepy akan terus diburu di alam liar. Bila penghargaan terhadap Nepy tidak semata di dasarkan kepada "UANG", tetapi tak ternilai dari segi keunikan dan keindahannya sebagai pelengkap kesempurnaan dunia, maka Nepy akan tetap lestari. Tapi, Nepy sekarang sudah menjadi salah satu komoditas tanaman hias yang sudah terlanjur kena "CAP" --MAHAL. Kalo sudah seperti ini, maka para pemburu gelap akan terus bergerak merusak. Jadi ada langkah yang bisa kita lakukan, misalnya; 1. Hati-hati dan selektif membei Nepenthes (usahakan dari Nursery yang sudah jelas identitas dan reputasinya). 2. Jangan membeli nepenthes hasil cabutan (biar pedagang penjual Nepy cabutan rugi), hehe 3. Perbanyak nursery yang membudidayakan Nepy (biji / kuljar), kalo stock banyak, kan harganya akan terjangkau dan tidak ekonomis kalo harus ngambil di tengah hutan belantara. 4. Kalo perlu, kita buat semacam lab penelitian (kita tunjuk lokasinya berdasarkan habitat Nepy), dananya kita kumpulkan bareng-bareng. Ingat, anggota KTKI jangan cuma bisa pelihara Nepy doank, tapi juga harus bener-bener peduli dengan kelestariannya. Kalo cuma punya dan pelihara di rumah doank sebagai pajangan / koleksi, gak jadi anggota juga bisa. KTKI harus bisa unjuk gigi, tunjukkan eksistensi kepedulian terhadap Nepy Indonesia. Kalo ada kegiatan perusakan / pembelajaran yang salah tentang Nepy, KTKI harus memberikan respon secara resmi kepada pihak yang membuat perusakan. OK...?
|
|