Post by riyadhzuhd on Apr 7, 2008 17:16:07 GMT 7
www.trubus-online.co.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=7&artid=1213
copynya:
Stewart McPherson ahli geografi lulusan University of Durham di Inggris. Ia dikenal sebagai pencinta tanaman yang rajin menjelajah alam.
Bolak-balik selama berhari-hari ke Kiew Botanical Garden. Duapuluh delapan jam menyeberangi Samudera Indonesia menembus London-Singapura-Medan-Bukittinggi. Ditambah 8 jam berjalan kaki dari sebuah dataran tinggi di Sumatera Barat. Akhirnya Nepenthes jacquelineae tersaji di depan mata.
Sungguh pantas jika N. jacquelineae jadi dambaan. Maklum, sejak ditemukan oleh Dr Charles Clarke dan Troy Davis, ahli botani terkenal dari Australia, pada 2000, jacquelineae belum pernah dipublikasikan kembali. Padahal, nepenthes yang namanya diambil dari nama istri Charles, Jacqueline, itu sangat istimewa. Ia merupakan nepenthes dengan peristom terlebar di antara jenis periuk monyet. Lebarnya bisa mencapai 3,5 cm. Peristom datar seperti sayap berfungsi sebagai tempat pendaratan serangga.
Peristom lebar membuat penampilan jacquelineae terlihat mencolok buat serangga. Apalagi bagian atas peristom mengeluarkan banyak nektar. Namun, kerap ditemukan juga peristom jacquelineae menengadah ke atas sehingga air hujan masuk ke dalam kantong.
Keistimewaan lain jacquelineae adalah warna kantong yang sangat beragam: merah, ungu, dan hijau dengan peristom merah. Umumnya kantong semar lain dominan berwarna hijau kekuningan dengan peristom jingga terang. Yang kantongnya berwarna merah cukup banyak, tapi sedikit sekali yang berwarna ungu atau hampir hitam. Panjang kantong jacquelineae maksimal mencapai 20 cm. Daun 35 cm. Secara morfologi, kantong semar itu mirip N. tenuis, N. dubia, dan N. inermis. Bentuk kantong seperti kloset. Bedanya, penutup kantong dubia posisinya menjuntai berlawanan arah dengan mulut kantongnya, sementara jacquelineae searah mulut kantong.
Satu habitat
Penelusuran literatur di Kiew Botanical Garden, London, sangat membantu. Dari sana diketahui persis titik koordinat jacquelineae di Sumatera. Disebutkan kantong semar itu banyak ditemukan di ketinggian 1.700 m dpl.
Benar saja. Setelah berjalan selama 8 jam dari salah satu desa di Bukittinggi, Sumatera Barat, jacquelineae ditemukan merambat di sebatang pohon. Di ketinggian lebih dari 1.750 m dpl, ia semakin sering ditemui merambat di pohon berlumut. Perjalanan panjang London-Bukittinggi tidak sia-sia.
Dalam sebuah literatur disebutkan Charles dan Troy menemukan jenis lain di lokasi habitat jacquelineae. Namanya, izumiae. Begitu menanjak lagi 100 m dari lokasi penemuan jacquelineae, terlihat izumiae yang tumbuh epifit di pohon.
Itu merupakan pemandangan spektakuler. Panjang kantong izumiae mencapai 30 cm. Kantong berbentuk silindris memanjang dengan lebar sekitar 5 cm. Warnanya dominan cokelat kehitaman, kecuali bagian dalam kantong yang berwarna hijau kekuningan. Peristom berwarna senada dengan kantong luar dan bentuknya lebih lancip dibandingkan jacquelineae. Penutup kantong berukuran lebih kecil daripada mulut. Izumiae mirip N. lingulata dan N. singalana. Kedua nepenthes yang disebut terakhir itu juga berasal dari Sumatera.
Lantaran hidup berdampingan, di bukit berketinggian 1.850 m dpl itu mudah ditemukan silangan jacquelineae dan izumiae. Bentuk kantong paduan corong dan silindris, sementara mulut kantong dan peristom mirip izumiae.
Sayang, banyak habitat jacquelineae dan izumeae yang berada di luar jaringan taman nasional di Sumatera tak terlindungi dari perusakan hutan dan perburuan liar. Pengumpulan periuk monyet secara berlebihan lantaran harga antarpedagang sangat tinggi menjadi salah satu pemicu perburuan nepenthes di alam.
Jacquelineae dan izumiae masuk dalam daftar CITES (Convention in International Trade in Endangered Speies of Wild Fauna and Flora) apendiks 2. Artinya, jacquelineae dan izumiae dapat diperdagangkan secara legal di perdagangan internasional. Namun, perdagangannya dikontrol secara internasional dan ketat untuk mencegah kemungkinan terjadinya eksploitasi berlebihan yang dapat mengakibatkan kedua nepenthes itu punah.
Beruntung beberapa nurseri besar di mancanegara memperbanyak 2 kobe-kobe itu secara kultur jaringan. Sebut saja Borneo Exotics di Sri Lanka dan Wistuba di Jerman. Dengan perbanyakan massal, diharapkan bisa mengurangi perburuan di alam. Itu supaya jacquelineae dan izumiae lestari di habitat aslinya di Sumatera.
copynya:
Stewart McPherson ahli geografi lulusan University of Durham di Inggris. Ia dikenal sebagai pencinta tanaman yang rajin menjelajah alam.
Bolak-balik selama berhari-hari ke Kiew Botanical Garden. Duapuluh delapan jam menyeberangi Samudera Indonesia menembus London-Singapura-Medan-Bukittinggi. Ditambah 8 jam berjalan kaki dari sebuah dataran tinggi di Sumatera Barat. Akhirnya Nepenthes jacquelineae tersaji di depan mata.
Sungguh pantas jika N. jacquelineae jadi dambaan. Maklum, sejak ditemukan oleh Dr Charles Clarke dan Troy Davis, ahli botani terkenal dari Australia, pada 2000, jacquelineae belum pernah dipublikasikan kembali. Padahal, nepenthes yang namanya diambil dari nama istri Charles, Jacqueline, itu sangat istimewa. Ia merupakan nepenthes dengan peristom terlebar di antara jenis periuk monyet. Lebarnya bisa mencapai 3,5 cm. Peristom datar seperti sayap berfungsi sebagai tempat pendaratan serangga.
Peristom lebar membuat penampilan jacquelineae terlihat mencolok buat serangga. Apalagi bagian atas peristom mengeluarkan banyak nektar. Namun, kerap ditemukan juga peristom jacquelineae menengadah ke atas sehingga air hujan masuk ke dalam kantong.
Keistimewaan lain jacquelineae adalah warna kantong yang sangat beragam: merah, ungu, dan hijau dengan peristom merah. Umumnya kantong semar lain dominan berwarna hijau kekuningan dengan peristom jingga terang. Yang kantongnya berwarna merah cukup banyak, tapi sedikit sekali yang berwarna ungu atau hampir hitam. Panjang kantong jacquelineae maksimal mencapai 20 cm. Daun 35 cm. Secara morfologi, kantong semar itu mirip N. tenuis, N. dubia, dan N. inermis. Bentuk kantong seperti kloset. Bedanya, penutup kantong dubia posisinya menjuntai berlawanan arah dengan mulut kantongnya, sementara jacquelineae searah mulut kantong.
Satu habitat
Penelusuran literatur di Kiew Botanical Garden, London, sangat membantu. Dari sana diketahui persis titik koordinat jacquelineae di Sumatera. Disebutkan kantong semar itu banyak ditemukan di ketinggian 1.700 m dpl.
Benar saja. Setelah berjalan selama 8 jam dari salah satu desa di Bukittinggi, Sumatera Barat, jacquelineae ditemukan merambat di sebatang pohon. Di ketinggian lebih dari 1.750 m dpl, ia semakin sering ditemui merambat di pohon berlumut. Perjalanan panjang London-Bukittinggi tidak sia-sia.
Dalam sebuah literatur disebutkan Charles dan Troy menemukan jenis lain di lokasi habitat jacquelineae. Namanya, izumiae. Begitu menanjak lagi 100 m dari lokasi penemuan jacquelineae, terlihat izumiae yang tumbuh epifit di pohon.
Itu merupakan pemandangan spektakuler. Panjang kantong izumiae mencapai 30 cm. Kantong berbentuk silindris memanjang dengan lebar sekitar 5 cm. Warnanya dominan cokelat kehitaman, kecuali bagian dalam kantong yang berwarna hijau kekuningan. Peristom berwarna senada dengan kantong luar dan bentuknya lebih lancip dibandingkan jacquelineae. Penutup kantong berukuran lebih kecil daripada mulut. Izumiae mirip N. lingulata dan N. singalana. Kedua nepenthes yang disebut terakhir itu juga berasal dari Sumatera.
Lantaran hidup berdampingan, di bukit berketinggian 1.850 m dpl itu mudah ditemukan silangan jacquelineae dan izumiae. Bentuk kantong paduan corong dan silindris, sementara mulut kantong dan peristom mirip izumiae.
Sayang, banyak habitat jacquelineae dan izumeae yang berada di luar jaringan taman nasional di Sumatera tak terlindungi dari perusakan hutan dan perburuan liar. Pengumpulan periuk monyet secara berlebihan lantaran harga antarpedagang sangat tinggi menjadi salah satu pemicu perburuan nepenthes di alam.
Jacquelineae dan izumiae masuk dalam daftar CITES (Convention in International Trade in Endangered Speies of Wild Fauna and Flora) apendiks 2. Artinya, jacquelineae dan izumiae dapat diperdagangkan secara legal di perdagangan internasional. Namun, perdagangannya dikontrol secara internasional dan ketat untuk mencegah kemungkinan terjadinya eksploitasi berlebihan yang dapat mengakibatkan kedua nepenthes itu punah.
Beruntung beberapa nurseri besar di mancanegara memperbanyak 2 kobe-kobe itu secara kultur jaringan. Sebut saja Borneo Exotics di Sri Lanka dan Wistuba di Jerman. Dengan perbanyakan massal, diharapkan bisa mengurangi perburuan di alam. Itu supaya jacquelineae dan izumiae lestari di habitat aslinya di Sumatera.