Ikutan ah ........................ (Saya biasanya malas komentar soal ini)
(maaf bung Danish, saya baru "online lagi")
Saya setuju dengan nephilim, kita mulai dari diri sendiri.
Sebenarnyakan tugas konservasi yang sebenarnya (memang tugasnya) ada di pemerintah:
BKSDA, Taman Nasional dan dirjen PHPA untuk konservasi in-situ, dan Kebun Raya untuk yang ex-situ.
(gak usah dibahas ya, cape')
Untuk isu "penduduk sekitar :
Klu masyarakat sekitar habitat nephe blum baik kondisi ekonominya cara apapun ga akan bisa berhasil, mereka juga butuh uang buat makan bukan??
apa seh arti konservasi sebenarnya?
Maksudnya nephe save di alam tapi penduduk sekitar habitat kelaparan begitu kah??
klu kita mau bicara konseravasi jgn setengah2
dan tentunya jgn cuma bicara/wacana tindakan nyatanya juga hrs ada.
Klu menurut saya ksh ilmu/wawasan ke masyarakat habitat nephe itu berada jgn dibikin bodoh trus mereka
Salam
apa urusannya?
maksud saya: apakah dengan mencabut nepenthes mereka jadi bisa makan?
mungkin ya untuk waktu sesaat, tapi setelah nepenthesnya habis atau gak ada yg beli lagi, mereka mau makan apa?
Kita semua tau, nepenthes sebagai tanaman hobby (hias), bukanlah kebutuhan pokok (jauh bener), jadi kalo mau dijadiin sumber penghasilan tetap apa bisa?
Jawaban saya : Bisa,
tapi seperti halnya tanaman hias lainnya, cuma mereka yang kreatif, inovatif, (dan ...if lainnya), mengerti keinginan konsumen dan yang selalu bisa memberikan yang terbaik yang bisa terus bertahan.
Contoh di tanaman hias lainnya seperti anggrek, aglaonema, adenium, anthurium, krisan, dll,
Berapa besar persentase species asli yang dibeli konsumen? mungkin gak sampe 1%
Juga dengan nepenthes, dari jutaan pot nepenthes yang dijual per tahunnya di dunia, mungkin >90% adalah nepenthes hibrida (ventrata, gentle, miranda, coccinea, dll).
Tren selalu seperti itu.
Jadi buat apa kita cape2 membina penduduk sekitar habitat nepenthes, dimana mereka perlu waktu 2-5 tahun untuk berproduksi optimal, dan pada saat produk mereka siap jual, pasar nepenthes species sudah jenuh, dan gak ada yg mau beli lagi?
Hal ini sudah terjadi pulau Bangka dan Katingan (Kalteng), pemerintah dan BKSDA setempat mendukung penangkaran nepenthes yang ada di daerah tersebut, yg sudah dimulai sejak dua tahun yang lalu. Sekarang yang semestinya saat mereka "panen", mereka malah kebingungan menjual nepenthesnya.
Jadi bayangkan jika seluruh pemerintah daerah dan BKSDA mendukung penangkaran nepenthes di Indonesia, berapa juta tanaman yang gak bisa kejual dan berapa banyak modal yang "mati", serta berapa orang yang jadi "kelaparan".
klu saya masukin lab kuljar aja beres karena saya business oriented.
Ini juga gak benar.
Kelebihan kuljar memang untuk memproduksi tanaman dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat.
Tapi kalo jenis yang diperbanyak itu sudah umum, dan "biasa-biasa aja", siapa yang mau beli?
waktu relatif singkat disini juga bisa = 5 tahun baru siap jual. Berapa banyak pebisnis yang mau ambil resiko itu?
kuljar untuk di tanaman lagi di alam?
bisa aja, tapi jelas keragaman genetisnya sangat rendah. Gimana kalo kuljarnya cuma dari satu explant jantan? walaupun kita bikin 1 juta tanaman, tetep aja jadi jantan semua. kalo nanti di tanaman di alam, tetep aja gak bisa berkembang biak.
Melarang penduduk untuk mencabut dan menjual nepenthes tentunya sangat susah dilakukan. Seperti kebanyakan orang, tentunya mereka brfikir untuk memanfaatkan semua sumber daya yang ada di sekitar mereka untuk "bertahan hidup".
Mengharapkan pemerintah untuk memberikan "sumber penghidupan" yang lain kepada mereka juga gak bisa diharapkan.
Saya sudah pernah diskusi dengan petinggi konservasi di dephut (dibawahnya mentri). Jawaban2 yg saya dapatkan:
- gak apa-apa, selama itu membantu "penghidupan" masyarakat sekitar.
- kita gak bisa melarang, nanti bisa "bentrok"
- kita belum fokus ke tanaman, masih ke hewan,
dll.
Jadi balik lagi ke "kita mulai dari diri sendiri" yang saya lakukan:
- mengumpulkan koleksi plasma nutfah dari seluruh dunia, sebagai "cadangan genetik" nepenthes (paling tidak satu spesies ada jantan dan betinanya).
- lebih banyak menjual jenis hibrida, khususnya hibrida buatan, maupun spesies introduksi dari luar (yg gak ada di hutan Indonesia).
bersambung..................
Nanti lagi ya! mau nyiram dulu.
ma_suska